Kejujuran yang Teruji

Kejujuran yang Teruji

Oleh : EN

Siska berjalan menuju kelas dengan langkah ragu. Sejak kemarin, teman-temannya mulai menjauhinya. Bisik-bisik dan tatapan sinis menyertainya setiap kali ia melewati mereka. Semua ini gara-gara kejadian saat ulangan kemarin.  

Ia tidak bermaksud mencari masalah. Saat itu, ia hanya melihat Dita dengan terang-terangan menyontek dari catatan kecil yang disembunyikan di balik meja. Awalnya, Siska diam. Tapi hatinya gelisah. Ia teringat pesan Bu Eni, wali kelasnya, bahwa kejujuran adalah hal terpenting dalam belajar.  

Akhirnya, ia mengangkat tangan dan melapor. Bu Eni segera mengambil kertas contekan itu dan memberi peringatan keras pada Dita. Sejak saat itu, semuanya berubah.  

“Siska si tukang lapor!” bisik salah satu teman saat ia melewati lorong.  

“Sok jujur!” timpal yang lain.  

Siska menunduk, hatinya perih. Ia hanya ingin melakukan hal yang benar. Apakah itu salah?  

Saat istirahat, ia duduk sendirian di bangku taman. Tiba-tiba, seseorang duduk di sampingnya.  

“Siska, kamu nggak salah,” kata seorang suara lembut. Itu Rina, satu-satunya teman yang masih berbicara dengannya.  

“Tapi kenapa rasanya sakit, Rin? Aku cuma ingin semuanya jujur, tapi sekarang mereka benci aku…”  

Rina tersenyum. “Karena kadang, melakukan yang benar itu nggak selalu mudah. Tapi percayalah, lama-lama mereka akan sadar kalau kamu melakukan hal yang baik.”  

Siska menghela napas. “Aku harap begitu.”  

Hari itu terasa berat. Tapi di dalam hatinya, Siska tahu bahwa ia tidak sendiri. Mungkin sekarang ia dijauhi, tapi suatu hari nanti, mereka akan mengerti bahwa kejujuran lebih berharga daripada sekadar diterima oleh orang lain.