Rahasia di Balik Punggung (Bagian 5)

Rahasia di Balik Punggung (Bagian 5)

By : End

Lisa menggenggam dokumen itu erat. Tangannya sedikit gemetar, bukan karena takut, tetapi karena menyadari besarnya konsekuensi dari temuan ini.

“Kita harus berhati-hati,” kata May dengan suara tegang. “Kalau ini benar, maka yang kita hadapi bukan hanya aturan sekolah—tapi orang-orang yang punya kuasa.”

Dion mengangguk. “Itulah kenapa aku bertanya, seberapa jauh kalian siap melangkah?”

Lisa menatap dokumen itu lagi. Nama yang tertera di tanda tangan begitu familiar—orang yang selama ini mereka hormati sebagai pemimpin sekolah.

“Kepala sekolah…” Rinea berbisik pelan, nyaris tidak percaya.

May menggeleng. “Kita tidak bisa menuduh tanpa bukti tambahan. Dokumen ini bisa saja dipalsukan, atau mungkin ada alasan lain.”

Lisa berpikir sejenak. “Benar. Kita butuh lebih banyak informasi sebelum bertindak. Jika kita bergerak sekarang tanpa rencana, mereka bisa membalikkan keadaan dan menuduh kita yang macam-macam.”

Dion tersenyum kecil. “Akhirnya, kalian berpikir seperti seorang detektif. Itu bagus.”

Lisa menatapnya. “Jadi, apa langkah selanjutnya?”

Dion mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto. “Aku sempat memotret sebagian dokumen lain sebelum harus kabur tadi malam. Ada pola dalam pengeluaran dana yang mencurigakan.”

Rinea mendekat, menatap layar ponsel Dion dengan serius. “Jadi, ini bukan hanya satu kasus?”

Dion mengangguk. “Sepertinya sudah berlangsung lama, tapi tidak ada yang berani mempertanyakan. Bisa jadi ada lebih banyak orang yang terlibat.”

May menarik napas dalam. “Kalau begitu, kita butuh strategi. Kita tidak bisa menuduh langsung tanpa bukti konkret.”

Lisa berpikir keras. “Ada satu cara. Kita cari tahu apakah ada guru atau staf yang juga curiga dengan ini. Jika kita bisa mendapatkan kesaksian orang dalam, kita punya pijakan lebih kuat.”

Rinea mengangguk setuju. “Aku bisa coba bicara dengan Bu Rahayu, guru akuntansi. Dia biasanya menangani laporan keuangan sekolah.”

Dion memasukkan kembali ponselnya. “Baik. Aku akan terus mencari dokumen tambahan.”

Lisa menggenggam dokumen di tangannya lebih erat. “Kita harus melakukannya dengan cermat. Kalau kita salah langkah… kita bisa jadi target.”

Mereka semua saling bertukar pandang. Ini bukan lagi sekadar mengungkap ketidakadilan biasa—ini adalah perjuangan yang berisiko.


Namun, mereka tahu satu hal.

Mereka tidak bisa diam saja.

Mereka harus bertindak.

Dan pertarungan mereka baru saja dimulai.



Bersambung.......