Hidup Itu Sederhana, Kita yang Membuatnya Sulit

Hidup Itu Sederhana, Kita yang Membuatnya Sulit
Pernahkah kamu merasa hidup ini begitu rumit? Tumpukan tagihan, jadwal yang padat, ekspektasi yang tinggi, drama hubungan, dan daftar panjang hal-hal yang "harus" kita lakukan. Rasanya seperti kita terus-menerus berlari di treadmill yang tak pernah berhenti, tanpa sempat menikmati pemandangan. Namun, jika kita mau berhenti sejenak dan merenung, kita mungkin akan menemukan sebuah kebenaran yang mendalam: hidup itu pada dasarnya sederhana, kita sendirilah yang membuatnya sulit.
Kita cenderung mengelilingi diri dengan kompleksitas yang tidak perlu, menambahkan lapisan-lapisan kerumitan pada hal-hal yang sebenarnya lugas. Mari kita telaah beberapa cara kita menyulitkan hidup kita sendiri:
1. Obsesi Terhadap "Lebih" dan Perbandingan
Kita hidup di era di mana "lebih" seringkali dianggap lebih baik. Lebih banyak uang, lebih banyak barang, lebih banyak pengikut, lebih banyak pencapaian. Kita terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain—tetangga, teman di media sosial, atau bahkan selebriti—dan merasa tidak cukup. Ini menciptakan perlombaan tanpa akhir di mana kita selalu merasa kekurangan, padahal sebenarnya kita sudah memiliki lebih dari cukup. Kebahagiaan sejati jarang ditemukan dalam akumulasi, melainkan dalam apresiasi atas apa yang sudah ada.
2. Terperangkap dalam Masa Lalu dan Khawatir tentang Masa Depan
Pikiran kita adalah mesin waktu yang sangat aktif. Kita sering menghabiskan waktu berjam-jam meratapi kesalahan di masa lalu atau mengkhawatirkan hal-hal yang belum terjadi di masa depan. Kita menganalisis ulang percakapan lama, menyesali pilihan yang sudah dibuat, atau membayangkan skenario terburuk yang mungkin terjadi. Akibatnya, kita kehilangan satu-satunya momen yang benar-benar kita miliki: saat ini. Hidup yang sederhana berarti hadir sepenuhnya di sini dan kini, menerima apa yang sudah terjadi dan menghadapi masa depan dengan langkah yang tenang.
3. Membangun Dinding Ekspektasi yang Tidak Realistis
Kita sering membebani diri dengan ekspektasi yang tidak realistis—baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Kita mengharapkan segalanya berjalan sempurna, semua orang berperilaku sesuai keinginan kita, dan setiap tujuan tercapai tanpa hambatan. Ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan, kita merasa kecewa, frustrasi, dan stres. Melepaskan ekspektasi yang kaku dan menerima bahwa hidup itu dinamis, penuh kejutan, dan tidak selalu berjalan sesuai rencana, adalah langkah besar menuju kesederhanaan.
4. Terlalu Banyak Pilihan dan Informasi Berlebihan
Di era digital ini, kita dibanjiri dengan informasi dan pilihan. Dari apa yang harus dimakan, pakaian apa yang harus dipakai, film apa yang harus ditonton, hingga karir apa yang harus dijalani. Meskipun pilihan terdengar seperti kebebasan, terlalu banyak pilihan justru dapat menyebabkan "kelumpuhan analisis" dan stres. Kita menghabiskan terlalu banyak waktu untuk memutuskan, alih-alih melakukan. Sederhanakan hidup dengan membatasi pilihan, fokus pada hal-hal esensial, dan membuat keputusan dengan lebih cepat.
5. Membiarkan Pikiran Kita Membengkak
Pikiran kita adalah alat yang luar biasa, tetapi juga bisa menjadi musuh terbesar kita. Kita terlalu sering membiarkan pikiran kita berkeliaran tanpa kendali, menciptakan drama yang tidak ada, memperbesar masalah kecil, dan terjebak dalam lingkaran negativitas. Latihan kesadaran (mindfulness) dan kemampuan untuk mengelola pikiran, bukan membiarkannya mengendalikan kita, adalah kunci untuk menyederhanakan kehidupan batin kita.
Pada akhirnya, hidup itu seperti sungai. Ia mengalir secara alami. Kita yang seringkali membangun bendungan, menciptakan pusaran, atau mencoba mengendalikan alirannya dengan paksa. Mungkin saatnya untuk melepaskan beberapa beban, membuang kompleksitas yang tidak perlu, dan membiarkan hidup mengalir dengan lebih sederhana.
Apa satu hal sederhana yang bisa kamu lakukan hari ini untuk mengurangi kerumitan dalam hidupmu?