Melestarikan Aksara Mbojo: Jendela Budaya yang Harus Tetap Terbuka

Melestarikan Aksara Mbojo: Jendela Budaya yang Harus Tetap Terbuka
Di tengah gempuran modernisasi dan dominasi bahasa global, kekayaan budaya lokal sering kali menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah keberadaan aksara tradisional. Di Nusa Tenggara Barat, tepatnya di tanah Bima, terdapat sebuah warisan tak ternilai: Aksara Mbojo. Aksara ini bukan hanya sekadar deretan huruf, melainkan cerminan identitas, sejarah, dan nilai-nilai luhur masyarakat Mbojo. Namun, seperti banyak aksara tradisional lainnya, Aksara Mbojo kini berada di persimpangan jalan—antara kelestarian atau kepunahan.
Aksara Mbojo adalah aksara berjenis abugida, sebuah sistem penulisan yang unik di mana setiap karakter dasarnya mewakili satu suku kata. Cara kerjanya mirip dengan aksara tradisional lain di Indonesia, seperti aksara Batak, Bali, Jawa, dan Aksara Lontara Bugis. Keberadaannya membuktikan kekayaan intelektual leluhur kita yang mampu menciptakan sistem penulisan yang terstruktur dan indah.
Lalu, mengapa melestarikan Aksara Mbojo menjadi sebuah urgensi?
1. Menjaga Jati Diri dan Sejarah
Aksara Mbojo menyimpan pengetahuan, cerita, dan kearifan lokal yang terekam dalam naskah-naskah kuno. Dengan membiarkannya punah, kita berisiko kehilangan "dokumen" sejarah yang penting, memutus mata rantai pengetahuan dari generasi ke generasi. Melestarikan aksara ini sama dengan menjaga ingatan kolektif dan jati diri masyarakat Bima.
2. Memperkuat Kekayaan Budaya Bangsa
Indonesia dikenal sebagai negara multikultural dengan ribuan bahasa dan budaya. Setiap aksara tradisional adalah bagian dari mozaik kebudayaan yang memperkaya bangsa. Melestarikan Aksara Mbojo berarti turut andil dalam menjaga keragaman budaya yang menjadi ciri khas Indonesia.
3. Mendorong Minat Belajar Generasi Muda
Dengan mengintegrasikan Aksara Mbojo ke dalam kurikulum sekolah, seperti yang dilakukan oleh beberapa sekolah di Bima, kita dapat menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap budaya lokal pada anak-anak. Mereka akan melihat bahwa budaya warisan leluhur bukanlah sesuatu yang kuno, melainkan sesuatu yang menarik untuk dipelajari dan dilestarikan. Hal ini juga dapat menjadi jembatan bagi mereka untuk lebih memahami tradisi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Melestarikan Aksara Mbojo bukanlah tanggung jawab satu pihak, melainkan tugas bersama. Pemerintah, lembaga pendidikan, budayawan, dan masyarakat harus bersinergi. Langkah-langkah konkrit bisa dimulai dari hal sederhana, seperti mengenalkan Aksara Mbojo di sekolah, membuat kamus digital, hingga menggunakannya dalam desain produk kreatif. Dengan upaya yang berkelanjutan, kita memastikan bahwa Aksara Mbojo tidak hanya menjadi peninggalan masa lalu, tetapi terus hidup dan berdenyut di masa depan, menjadi jendela budaya yang akan selalu terbuka.