Bau Nyale: Perburuan Cacing Laut dan Kisah Putri Mandalika di Lombok NTB

Bau Nyale: Perburuan Cacing Laut dan Kisah Putri Mandalika di Lombok NTB

Bau Nyale adalah salah satu tradisi paling ikonis dan lestari dari suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Secara harfiah, "Bau Nyale" memiliki arti "menangkap nyale", di mana nyale adalah sebutan lokal untuk cacing laut yang tergolong dalam filum Annelida. Tradisi ini telah menjadi acara adat turun-temurun yang menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara. Bau Nyale dilaksanakan setiap tahun, berdasarkan penanggalan tradisional Sasak, yaitu pada tanggal 20 bulan ke-10 (bulan kesepuluh dalam kalender Sasak), yang biasanya bertepatan dengan sekitar bulan Februari dalam kalender Masehi, ketika kondisi pasang surut air laut sangat ideal untuk kemunculan cacing-cacing tersebut.

Tradisi Bau Nyale berpusat di Pantai Seger, Kawasan Mandalika, Kuta, Lombok Tengah. Ritual ini tidak hanya sekadar kegiatan menangkap cacing, tetapi merupakan perayaan adat yang kental dengan legenda. Kisah yang melatarbelakangi perburuan nyale ini adalah legenda tentang Putri Mandalika, seorang putri Sasak yang sangat cantik. Karena diperebutkan oleh banyak pangeran, ia memilih untuk mengorbankan diri dengan menceburkan diri ke laut agar tidak terjadi pertumpahan darah. Konon, tubuh Putri Mandalika kemudian berubah menjadi cacing-cacing laut berwarna-warni (nyale), yang muncul setahun sekali. Tradisi Bau Nyale pun dipercaya sebagai bentuk penghormatan dan mengenang pengorbanan sang putri.

Acara Bau Nyale hari ini dirayakan sebagai festival budaya besar yang menggabungkan ritual, seni, dan hiburan. Selain kegiatan utama berupa menangkap nyale secara beramai-ramai di pagi buta, rangkaian acara juga dimeriahkan dengan pementasan seni tradisional Sasak, drama kolosal yang mengisahkan legenda Putri Mandalika, peragaan busana adat, hingga "Betandak" (berbalas pantun). Masyarakat percaya bahwa nyale yang berhasil ditangkap memiliki khasiat tertentu, seperti meningkatkan kesuburan dan mendatangkan kemakmuran, sehingga cacing-cacing ini sering digunakan sebagai pupuk atau dikonsumsi sebagai hidangan istimewa. (Tim WEKI)