Jejak Sajadah Sunyi

Jejak Sajadah Sunyi

Oleh : Y.A


Di ujung waktu, saat mentari terlelap,

Kubentang sajadah, merangkai harap.

Bukan lagi riuh dunia yang kuhirup,

Namun bisikan taubat yang tak pernah redup.

Lisan kelu, hati yang merintih pelan,

Memohon ampun dari segala kekhilafan.

Hening menjadi saksi, raga yang tunduk,

Sebab di hadapan-Mu, segala dosa terkuak.

Makna:

Puisi ini menggambarkan momen intim seorang hamba dengan Tuhannya, khususnya pada waktu-waktu sunyi seperti shalat malam (Qiyamul Lail) atau saat sendirian berzikir. Sajadah yang dibentangkan melambangkan kesediaan untuk meninggalkan hiruk pikuk duniawi dan secara total menghadapkan diri kepada Sang Pencipta, mencari ketenangan dan harapan.

Makna intinya terletak pada pengakuan dosa dan kerendahan hati. Dalam keheningan, seorang hamba menyadari kekurangan dan kesalahannya (kekhilafan), yang kemudian mendorongnya untuk bertaubat. Momen ini adalah proses penyucian jiwa, di mana hati merintih dan raga tunduk, menunjukkan penyerahan diri secara total. Puisi ini menyiratkan bahwa kekuatan sejati bukan pada pencapaian dunia, melainkan pada keikhlasan dalam mengakui keterbatasan diri di hadapan keagungan Ilahi.